Etos Fastabiqul Khairat

Artikel Motivasidan Inspirasi
Oleh: Muhbib Abdul Wahab 

Berislam itu bukan sekadar menyatakan dua kalimat syahadat sehingga mempunyai (to have) identitas diri sebagai Muslim, tetapi juga menghendaki proses dinamis untuk menjadi (to be) Muslim yang saleh: bervisi, berpikir, bersikap, dan berperilaku Islami. 

Oleh alasannya itu, menjadi Muslim yang saleh itu tidak sanggup instan atau karbitan, namun menghendaki adanya proses terencana, perjuangan sungguh-sungguh, konsistensi, dan kesabaran dalam mengaktualisasikan keberislamannya. 

Islam menginginkan umatnya berkemajuan, berkeunggulan kompetitif, berkemandirian, dan berdaya saing tinggi dengan memperlihatkan kinerja terbaiknya.

Karena pada dasarnya, umat Islam itu umat terbaik yang hadir untuk mengemban kiprah mulia: dakwah amar makruf nahi munkar, bahkan menyerukan tegaknya kebenaran, keadilan, dan kebaikan. 

Salah satu kunci sukses umat terbaik yaitu etos fastabiqul khairat (berlomba-lomba dalam kebaikan). “Dan setiap umat mempunyai kiblat yang beliau menghadap kepadanya. Maka berlomba-lombalah kau dalam kebaikan. Di mana saja kau berada, niscaya Allah akan mengumpulkan kau semuanya. Sungguh, Allah Mahakuasa atas segala sesuatu.” (QS al-Baqarah [2]: 148). 

Etos fastabiqul khairat ini sangat penting dimiliki setiap Muslim, alasannya perjalanan hidup ini tidak datar, tetapi mendaki dan terjal. Semangat kompetisi dalam berbuat kebaikan merupakan energi positif untuk meraih prestasi tinggi dan menjadi yang terbaik di mata Allah. 

Hakikat kehidupan dunia ini yaitu ujian dan pembuktian iman untuk meraih kinerja terbaik. “(Dialah) yang membuat mati dan hidup, untuk menguji kamu, siapa di antara kau yang lebih baik amalnya. Dan Dia Mahaperkasa, Maha Pengampun.” (QS al-Mulk [67]: 2).

Sejarah memperlihatkan bahwa etos fastabiqul khairat yang dimiliki umat telah memacu spirit dan motivasi mereka meraih kemajuan peradaban Islam yang gemilang. 

Para pemimpin, ulama, pendidik, sastrawan, dan sebagainya bergandeng tangan mengaktualisasikan etos fastabiqul khairat dalam berbagi sains, teknologi, seni, dan budaya demi terwujudnya peradaban Islam yang agung.

Etos fastabiqul khairat merupakan kekuatan pencetus umat menuju berpikir kreatif, inovatif, dan konstruktif. Mereka selalu selangkah lebih maju dan lebih cepat dalam melaksanakan agresi kebaikan. Mereka ini bukan termasuk kategori kelompok yang menzalimi diri sendiri, dan juga bukan kelompok pertengahan. 

Quran mengisyaratkan ketiga kelompok insan itu biar kita menentukan dan menjadi bab dari kelompok terbaik yang selalu ber-fastabiqul khairat. 

“Kemudian Kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih di antara hamba-hamba Kami, kemudian di antara mereka ada yang menzalimi diri sendiri, ada yang pertengahan dan ada (pula) yang lebih dahulu berbuat kebaikan dengan izin Allah. Yang demikian itu yaitu karunia yang besar.” (QS Fathir [35]: 32).

Menurut Wahbah al-Zuhayli, zhalim li nafsihi yaitu kelompok yang melaksanakan sebagian kewajiban, dan melanggar sebagian yang diharamkan. Kelompok ini masih cenderung fastabiqul ma’ashi wal munkarat (berlomba-lomba melaksanakan kemaksiatan dan kemunkaran). 

Sementara muqtashid yaitu kelompok pertengahan, yang melaksanakan kewajiban dan meninggalkan larangan, namun masih melaksanakan sebagian yang makruh (dibenci agama) dan meninggalkan beberapa amalan yang dianjurkan. 

Sedangkan sabiq bil khairat bi idznillah yaitu kelompok kompetitif yang melaksanakan kewajiban dan anjuran, dan meninggalkan larangan dan yang makruh, serta sebagian yang dibolehkan. 

Kelompok paling ideal tentu saja yaitu kelompok yang senantiasa bergegas melaksanakan kebaikan (al-khairat) demi kemasalahatan bersama. Seseorang sanggup berbuat baik sesuai dengan kompetensi dan posisi masing-masing. 

Guru sanggup selangkah lebih maju dan cepat dalam mengamalkan ilmunya sebelum mendidik para siswanya. Pedagang sanggup berbaik hati dengan kejujuran dan keramahannya dalam melayani pembeli atau pelanggan. 

Pengusaha kaya bersegera memperlihatkan kedermawanannya kepada fakir miskin yang memerlukan uluran tangannya. Hakim dan penegak aturan tidak kenal kompromi dan rasuah dalam menegakkan keadilan hukum; selalu membela yang benar, bukan memihak yang bayar.

Pemimpin umat dan bangsa peduli terhadap nasib rakyat yang dipimpinnya dengan memperlihatkan pelayanan profesional terbaiknya, tidak sibuk melaksanakan transaksi kekuasaannya dengan pihak absurd atau pengusaha hitam demi mengeruk kekayaan untuk kepentingan langsung atau partai politiknya. 

Sedangkan fakir miskin senantiasa mendedikasikan dukungan dan doanya demi kebaikan bangsa dan Negara. Semua warga bangsa berfastabiqul khairat dalam bidang masing-masing; berfastabiqul khairat dalam mengaktualisasikan iman tauhidnya, rasa kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan dan kesatuan bangsa, kerakyatan dan kearifan, serta keadilan sosial bagi semua.

Sumber: republika

Sumber https://femurku.blogspot.com/

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel