Kecanduan Bermain Game Dan Hubungannya Dengan Gangguan Mental

Bermain Game dan Hubungannya Dengan gangguan Mental Kecanduan Bermain Game dan Hubungannya Dengan gangguan Mental
Bermain Game dan Hubungannya Dengan gangguan Mental
Aktivitas terkenal yang dilakukan ketika waktu luang  yang menjadi candu apalagi kalau bukan bermain game, mulai dari game konsol hingga game online.Menjadi salah satu hiburan bahkan hobi dari Generasi Milenial tentu berdampak konkret kalau dilakukan secara tidak berlebihan, tapi lain halnya kalau dimainkan setiap hari dengan durasi waktu yang usang bahkan bisa menjadikan kesehatan juga terganggu bahkan hingga dianggap mengidap gangguan mental. Benarkah menyerupai itu? Mari kita kupas satu persatu pendapat para pakar wacana kekerabatan antara kecanduan game dan Gangguan mental.

Menurut jurnal Psychological Bulletin pada tanggal 27 November 2017, video game khususnya game agresi sanggup meningkatkan kemampuan kognitif pada anak persepsi, atensi dan waktu reaksi.
Tapi kalau acara tersebut mempunyai kecenderungan dilakukan terus menerus (obsesi) maka akan menjadikan gangguan mental menyerupai yang dikutip dari World Health Organization (WHO) pada hari Senin 18 Juni 2018,  menambahkan kecanduan game ke dalam versi terbaru International Statistical Classification of Diseases (ICD).

ICD yaitu sistem yang berisi daftar penyakit berikut gejala, tanda, dan penyebab yang dikeluarkan Badan Kesehatan Dunia (WHO). Untuk Kecanduan game, WHO memasukkannya ke daftar "disorders due to addictive behavior" atau penyakit yang disebabkan oleh kebiasaan atau kecanduan.

Menurut Science Alert, seseorang bisa dianggap kecanduaan game kalau memenuhi 3 kriteria :

1.Tidak bisa mengendalikan kebiasaan bermain game. 
Seperti perkara 2014 seorang perempuan dari China berumur 27 tahun meninggal tanggapan bermain game tanpa henti selama 10 jam hasilnya meninggal dunia ini diakibatkan acara game menciptakan pemainnya terlalu menikmati dan lupa waktu sehingga lupa untuk istirahat dan makan hasilnya badan menjadi kelelahan hingga dehidrasi.

2.Mulai memprioritaskan game di atas kegiatan lain.
Satu tahun kemudian di Rusia, seorang gadis dari koma sehabis bermain game selama 22 hari tanpa tidur dan makan. Secara kecerdikan kalau insan tidak makan selama 3 ahad maka badan akan terus mencari sumber protein  dan mengorbankan jaringan dan organ badan (kanibalisme). Penyakit yang diderita ada 2  yakni maramus (malnutrisi ekstrem) dan kwashiorkor (kekurangan gizi). Keduanya menimbulkan kelelahan, edema, dan penurunan massa otot.

Dikutip dari sciencealert.com, spesialis saraf dari Marche Polytechnic University dari Italia Michele Bellesi, telah mengusut respons otak mamalia terhadap kebiasaan tidur yang tidak cukup.
Pada neuron otak ada sel yang disebut sel mikroglial. Sel mikroglial bertanggungjawab untuk membersihkan sisa-sisa acara kita di sel-sel otak. Setelah itu, sel astrosit bertugas memangkas sinapsis (tempat neuron saling bertemu) yang tidak perlu kemudian menyegarkan dan membentuk kembali.

Ketika kita tidur, maka sel mikroglial dan sel astrosit akan melaksanakan proses kerjanya. Layaknya sampah yang dibersihkan ketika kita sedang tidur. Namun, kalau kita tidak menerima cukup tidur, maka sinapsis akan melukai otak kita sendiri.

“Kami melihatnya bahwa ia (sinapsis) benar-benar memakan sel lain lantaran tidak tidur teratur,” kata Bellesi.
Jika anda bisa bertahan pada stadium selesai kelaparan maka badan akan menjadi mayit hidup (keadaan vegetatif)  fungsi biologisnya sebagai insan masih bekerja baik, namun otak Anda secara umum tidak berfungsi lagi dan berakhir dengan kematian.

3.Terus bermain game meski ada konsekuensi negatif yang terang terlihat.
Untuk yang satu ini semua kembali kepada eksklusif masing-masing menimbang baik dan buruknya suatu kegiatan atau acara yang memang tidak baik dilakukan secara berlebihan
Ketiga hal ini harus terjadi atau terlihat selama satu tahun sebelum diagnosis dibentuk gres dianggap mengidap gangguan mental.

"Bermain game disebut sebagai gangguan mental hanya apabila permainan itu mengganggu atau merusak kehidupan pribadi, keluarga, sosial, pekerjaan, dan pendidikan," (WHO).


Sumber https://www.brosehat.com/

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel