Pengertian Sains: Apa Itu Sains? Tujuan Dan Batasannya?
A Pengertian Ilmu Pengetahuan (Science)
Kita sudah sungguh sering menggunakan perumpamaan science atau ilmu wawasan dengan tanpa perlu lagi mendefinisikannya, lantaran kata tersebut sudah sungguh familiar untuk didengar atau dibaca. Bahkan, science bisa diistilahkan menjadi an everyday word, yang digunakan oleh para peneliti, jurnalis, guru sekolah, dan orang-orang pada umumnya, yang seluruhnya berpendapat sudah mengerti definisi science. Padahal menurut Pruzan (2016) definisi science ini sungguh diperlukan, lantaran hal tersebut sungguh mempengaruhi seberapa besar kita sanggup mengetahui dan menghargai terhadap tujuan science, batasan-batasan science, dan apa yang secara implisit menjajal diduganya (hipotesis/postulat/spekulasi). Untuk mengetahui definisi science, Pruzan (2016) sudah menguraikan pandangannya dalam buku Research Methodology - The Aims, Practices and Ethics of Science. Beberapa pandangannya terkait definisi science yakni bagaimana jikalau science dilihat selaku fakta-fakta, science selaku generalisasi dan pondasi bangunan suatu teori, serta science selaku suatu acara sosial.
1. Science selaku Fakta-Fakta
Science yakni proses observasi, pengumpulan, dan analisis terhadap fakta-fakta. Dasar anutan dari definisi tersebut yakni “fakta”, dimana dapat menjadi dasar pengembangan teori, verifikasi, dan wawasan terhadap kondisi alam pada umumnya. Jika diartikan secara lebih sederhana yakni bahwa “fakta” menjadi dasar dari wawasan ilmiah. Pengetahuan ilmiah sendiri ialah klaim terhadap dunia fisik yang dibangun dengan pikiran sehat dan penalaran kita secara hati-hati, sistematis, tidak memihak, dan bukan menurut anutan praktis, pertimbangan pribadi, desas-desus/rumor, kepercayaan pribadi, atau imajinasi.
Pernyataan Chalmers dalam Pruzan (2016) menyediakan tiga citra secara implisit dan menantang, serta estimasi yang mendasari definisi science sebagai fakta-fakta, yaitu:
a. Fakta ditemukan secara pribadi (bersifat inderawi) oleh pengamat yang cermat dan tidak berpihak (tidak subyektif).
b. Fakta timbul apalagi dulu dan bebas (independen) dari teori-teori (teori dibangun dari materi dasar “fakta-fakta”).
c. Fakta bisa menguatkan dan menyediakan formulasi yang reliabel dari pengetahun ilmiah yang ada.
2. Science selaku Generalisasi dan selaku Bangunan dari Teori yang Valid
Definisi science sungguh bersifat kontekstual, artinya dalam setiap bidang ilmu memiliki ruang lingkup yang berlainan dalam mendefinisikan sains, selaku pola natural science didefinisikan selaku suatu cara khusus dalam menatap alam semesta atau suatu pendekatan rasional untuk menemukan, menghasilkan, menguji, dan mempublikasi wawasan yang benar dan reliabel perihal realitas fisik. Seperti halnya dengan mendefinisikan sains selaku fakta, mendefinisikan science selaku fasilitas untuk membangun generalisasi yang reliabel tentunya memiliki indikator-indikator yang sudah disepakati oleh penduduk ilmiah (scientific community). Hal tersebut akan menenteng kita pada sejumlah pertanyaaan yang menantang untuk dijawab, seperti:
a. Bagaimana cara para scientists membangun suatu generalisasi/teori yang reliabel? Apakah sajakah indikator teori yang baik?
b. Dapatkah science membuktikan suatu kebenaran? Bagaimanakah cara science untuk kebenaran suatu pernyataan?
c. Selanjutnya, bagaimanakah suatu teori-teori sanggup digunakan untuk memecahkan permasalahan yang ada?
3. Science selaku Aktivitas Sosial
Karakterisasi science lebih lanjut berhubungan dengan aspek-aspek sosialnya. Pada dasarnya semua pendekatan terbaru terhadap science mengasumsikan bahwa fakta dan teori science mesti “lolos” dari uji publik, atau observasi dan pengujian yang bersifat kritis. Aspek-aspek sosial dari science ialah indikator sikap ilmiah yang baik, diantaranya:
a. Tidak ada bias yang terjadi.
b. Menjaga data dan catatan-catatan dalam penelitian.
c. Memberikan credit (penghargaan) terhadap orang lain atas kontribusinya dalam penelitian.
d. Memberikan hasil observasi untuk sanggup diakses oleh penduduk ilmiah.
e. Menilai hasil observasi orang lain menurut bidang ilmu yang dikuasai.
Uraian di atas ialah definisi fundamental dari science atau ilmu pengetahuan. Secara lebih lanjut, akan ada perumpamaan metodologi ilmiah, yang menjadi tolok ukur dan mesti dipenuhi dalam membangun ilmu wawasan (science). Jika ilmu wawasan atau science tidak menyanggupi tolok ukur metodologi ilmiah, maka akan masuk dalam klasifikasi pseudo-science.
B. Tujuan Ilmu Pengetahuan (Science)
Penjelasan perihal tujuan science akan lebih gampang diketahui jikalau kita sudah bisa membedakan bahwa science sanggup digunakan untuk bikin wawasan (yang lebih mengarah ke “pure science”) dan sanggup digunakan untuk menerapka wawasan (applied science). Keduanya akan memiliki tujuan yang berbeda-beda. Secara sederhana, tujuan pure science sanggup dilihat dari sudut pandang individu (scientists) dan dari institusi. Sedangkan tujuan applied science lebih mengarah pada kontribusinya terhadap teknologi dan produk yang sanggup pribadi dimanfaatkan oleh masyarakat.
Secara umum, tujuan science dipandang dari ilmuwan (scientists) sanggup dikategorikan dalam 3 hal berikut ini:
1. proses penelusuran wawasan biar dapat menjadi ilmuwan yang lebih berpengetahuan dan lebih kompeten,
2. kepuasan yang diperoleh dari pemanfaatan intelektualitas seseorang untuk meningkat selaku pribadi dan untuk mendapatkan ratifikasi dari kolega,
3. yang paling penting yakni untuk berkontribusi pada kemakmuran penduduk dan dunia.
Sedangkan tujuan dilihat dari sudut pandang institusi lebih mengarahpada applied science yakni biar suatu institusi bisa mengendalikan, merencanakan, dan mempergunakan sumber daya (fisik maupun sosial) untuk tujuan praktis. Hal ini terang berlainan dengan tujuan pure science yang lebih fundamental yakni untuk menciptakan wawasan demi pengetahuan.
C. Batasan Ilmu Pengetahuan (Science)
Seperti yang sudah diungkapkan bahwa definisi science berkaitan dengan fakta, yang bikin science sungguh bergantung pada indera manusia. Hal tersebut terang menampilkan bahwa science memiliki kekurangan yang ialah akhir dari kesanggupan kita yang terbatas untuk mengamati realitas fisik secara objektif. Keterbatasan ini timbul lantaran karakteristik fisik kita (batas indera dalam menerjemahkan fakta), pengalaman kita yang terbatas, dan aneka macam impian kita. Selain hal tersebut, ada beberapa batas-batas fundamental lain dari science yakni kekurangan dalam "cara khusus untuk menatap fenomena" dan "metodologi untuk menemukan, menghasilkan, menguji, dan membuatkan wawasan yang benar dan reliabel perihal realitas fisik". Beberapa kekurangan tersebut diantaranya adalah:
1. Beberapa rancangan dalam science didasarkan pada seperangkat praduga atau kepercayaan yang tidak sanggup dibuktikan dengan logika atau tidak menurut fakta yang ada.
2. Keterbatasan lain dari ilmu alam yakni ketidakmampuannya untuk menyediakan balasan yang besar lengan berkuasa untuk sejumlah pertanyaan fundamental mengenai realitas fisik.
3. Science dengan penekanannya pada pengusutan dan analisis yang rasional, tidak sanggup membenarkan secara rasional atas dugaannya sendiri terhadap fakta yang ada.
4. Ada batas-batas pada kesanggupan kita untuk menggambarkan realitas dan batas-batas ini tidak sanggup dihapus, atau bahkan dikurangi dengan memajukan teknologi maju sekalipun. Batasan ini bersifat intrinsik dan mendasar, seperti kesanggupan untuk mendeskripsikan peristiwa sehari-hari secara akurat dan menggambarkan apa yang sebenarnya terjadi.
D. Deskripsi, Kausalitas, Prediksi, dan Penjelasan
Ada 4 perumpamaan yang menjadi rancangan fundamental dari science, yakni deskripsi, kausalitas, prediksi, dan penjelasan.
1. Deskripsi
Deskripsi dalam ilmu pengetahuan sangat berhubungan dengan observasi. Deskripsi yakni proses penyaringan apa yang kita lihat/dengar/rasakan/ cium/cicipi lalu diterjemahkan apa yang diperhatikan tersebut kedalam pernyataan verbal atau bentuk lainnya.
2. Kausalitas
Kausalitas bisa dikatan selaku pola hubungan sebab-akibat. Beberapa ilmuawan ada yang berpendapat bahwa tidak ada kausalitas di alam, apa yang dianggap selaku alasannya yakni dan akhir hanyalah tingkat konsistensi yang tinggi dengan fenomena-fenomena tertentu yang kemudian diikuti oleh fenomena jenis lain. Menurut beberapa ilmuwan tersebut, semua yang sanggup diperhatikan yakni korelasi, bukan sebab-akibat.
3. Prediksi
Prediksi dalam istilah sehari-hari diartikan selaku pernyataan bahwa peristiwa tertentu akan terjadi di masa depan. Prediksi dalam ilmu wawasan yakni suatu pernyataan yang mempertimbangkan kondisi permulaan dan tentang kondisi yang mau datang. Prediksi yakni rancangan utama dalam metodologi ilmiah, yang akan diuji kebenarannya.
4. Penjelasan ilmiah
Dalam ilmu pengetahuan, untuk menerangkan peristiwa atau fenomena yang kita amati yakni dengan menjawab pertanyaan “mengapa” bukan sekedar pertanyaan “apa”. Jawaban tersebut akan bikin orang lain sanggup mengetahui suatu fenomena yang bisa diterima secara umum.
Referensi:
Penulis Buku:
Tahun Terbit:
- Peter Pruzan
- Research Methodology
- Spriger International Publishing Switzerland
Tahun Terbit:
- 2016