Biografi Sahabat Muadz Bin Jabal Bin Amr Bin Aus
Mengenal Muadz
Nama dan nasabnya yaitu Muadz bin Jabal bin Amr bin Aus. Kabilah Aus merupakan salah satu kabilah besar yang terpandang di Kota Madinah. Adapun kun-yahnya yaitu Abu Abdurrahman. Ia memeluk Islam di usia masih sangat belia, 18 tahun. Di antara insiden bersejarah yang melibatkan namanya yaitu insiden Baiat Aqabah. Muadz bersama 70 orang Yatsrib lainnya berjanji akan menyediakan kawasan gres di negeri mereka, jika Rasulullah dan para sobat benar-benar akan berhijrah. Ia turut serta pula dalam Perang Badar dan seluruh perang yang diikuti Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dari sini kita mengetahui, usia muda bukanlah penghalang untuk taat kepada Allah. Bukan penghalang melaksanakan amalan besar di dunia dan akhirat.
Muadz bin Jabal merupakan cowok yang mempunyai kedudukan besar di hati Nabi. Di antara hal yang memberikan hal itu yaitu Nabi pernah memboncengnya. Pernah memegang tangannya sambIl berkata,
يَا مُعَاذُ وَاللَّهِ إِنِّى لأُحِبُّكَ وَاللَّهِ إِنِّى لأُحِبُّكَ
“Wahai Mu’adz, demi Allah, bekerjsama saya mencintaimu, sungguh saya mencintaimu.” (HR. Abu Daud no. 1522 dan An Nasai no. 1304. Al Hafizh Abu Thohir menyampaikan bahwa sanad hadits ini shahih).
Walaupun usia Muadz masih sangat muda, ia mempunyai wawasan keislaman yang luas. Buktinya Nabi mengutusnya berdakwah ke Yaman sehabis Perang Tabuk. Beliau antar Muadz ke ujung jalan sambil berjalan kaki, sementara Muadz berada di tunggangan.
Di antara anak-anaknya yaitu Abdurrahman, Ummu Abdullah, dan belum dewasa lainnya yang tidak disebutkan oleh sejarawan nama-nama mereka.
Dari Abu Bahriyah Yazid bin Qutaib as-Sakuni, ia berkata, “Aku memasuki Masjid Homs (salah satu kota di Suriah sekarang). Kulihat seorang cowok keriting dikelilingi orang-orang. Kalau ia berbicara, seakan cahaya dan mutiara keluar dari lisannya. Aku bertanya, Siapa orang itu?” Orang-orang menjawab, “Muadz bin Jabal.” (Hilyatul Auliya oleh Abu Nu’aim, No: 815)
Dari Abu Muslim al-Khaulani, ia berkata, “Aku memasuki Masjid Damaskus. Ternyata kulihat ada sebuah halaqah besar diampu oleh salah seorang sobat Nabi Muhammad. Ternyata ia seorang pemuda. Ia bercelak mata. Gigi serinya putih bersih. Jika orang-orang berbeda pendapat perihal satu hal mereka tanyakan pada cowok tersebut. Aku bertanya pada orang di sebelahku, ‘Siapa dia?’” Mereka menjawab, “Itu yaitu Muadz bin Jabal.” (Hilyatul Auliya oleh Abu Nu’aim, No: 813).
Dari al-Waqidi, guru-gurunya menyampaikan, “Muadz yaitu seorang yang tinggi, putih, rambutnya indah, matanya besar, alisnya bersambung, dan berisi badannya.” (Shifatu ash-Shafwah, 1/186).
Kedekatan dengan Nabi
Sejak Nabi hijrah ke Madinah, Muadz intens berguru pada Nabi (mulazamah). Ia berguru Alquran dan ilmu-ilmu syariat pribadi dari sumbernya. Hingga ia menjadi seorang yang paling fasih bacaan Alqurannya di antara para sahabat. Dan termasuk yang paling cendekia perihal hukum-hukum agama. Muadz merupakan salah satu dari enam penghafal Alquran terbaik di zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Muadz bin Jabal radhiallahu ‘anhu berkata, “Suatu hari, Rasulullah menggamit tanganku. Beliau bersabda,
يا معاذ، والله إني لأحبك
“Hai Muadz, demi Allah sungguh saya benar-benar mencintaimu.”
Aku menjawab,
بأبي أنت وأمي، والله إني لأحبك
“Ibu dan ayahku menjadi tebusan, demi Allah sungguh saya juga benar-benar mencintaimu.”
Beliau bersabda,
يا معاذ، إني أوصيك، لا تدعَنَّ أن تقول دبر كل صلاة: اللهم أعنِّي على ذكرك وشكرك وحسن عبادتك
“Hai Muadz, saya ingin memberi wasiat padamu. Jangan hingga kau lewatkan untuk membaca di setiap usai shalat, ‘Allahumma A’inni ‘ala dzikrika wa syukrika wa husni ‘ibadatika (Ya Allah, bantulah saya untuk mengingat-Mu, bersyukur kepada-Mu, dan beribadah dengan baik kepada-Mu).” (Hadits Shahih riwayat Abu Dawud).
Abdullah bin Amr bin al-Ash radhiallahu ‘anhu berkata bahwa Muadz bin Jabal hendak bersafar.
وعن عبد الله بن عمرو بن العاص، أن معاذ بن جبل أراد سفرًا فقال: يا نبي الله، أوصني. قال: “اعبد الله لا تشرك به شيئًا”. قال: يا نبي الله، زدني. قال: “إذا أسأت فأحسن”. قال: يا رسول الله، زدني. قال: “استقم وليحسن خلقك”.
Muadz berkata, “Wahai Nabi Allah, beri saya wasiat.” Nabi bersabda, “Sembahlah Allah dan jangan kau sekutukan dengan sesuatu apapun.” Muadz kembali berkata, “Wahai Nabi Allah, tambahkan lagi.” Beliau bersabda, “Jika kau meminta (bertanya), lakukanlah dengan baik.” “Tambahkan lagi”, pinta Muadz. “Istiqomahlah dan perbaguslah akhlakmu.” (Shahih Ibnu Hibban, Kitab al-Bir wa al-Ihsan, No: 529).
Pujian Rasulullah
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yaitu orang yang selektif dalam memuji. Beliau memberi kebanggaan bukan sekadar basa-basi. Karena kebanggaan ia yaitu sebuah rekomendasi. Menunjukkan bahwa orang yang dipuji bisa dijadikan rujukan bagi umatnya. Di antara sobat yang banyak dipuji oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yaitu Muadz bin Jabal radhiallahu ‘anhu. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أعلم أمتي بالحلال والحرام معاذ بن جبل
“Umatku yang paling tahu perihal halal dan haram yaitu Muadz bin Jabal.” (HR. Turmudzi 4159, Ibn Hibban 7137 dan dishahihkan Syuaib al-Arnauth).
Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
نعم الرجل أبو بكر، نعم الرجل عمر، نعم الرجل أبو عبيدة، نعم الرجل أسيد بن حُضير، نعم الرجل ثابت بن قيس بن شماس، نعم الرجل معاذ بن عمرو بن الجموح، نعم الرجل معاذ بن جبل
“Pria terbaik yaitu Abu Bakr, Umar, Abu Ubaidah, Usaid bin Hudhair, Tsabit bin Qais bin Syammas, Mu’adz bin Amru ibnul Jamuh, dan Mu’adz bin Jabal.” (Ash Shahihah (875))
Dalam sabdanya yang lain, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memuji Muadz:
اسْتَقْرِئُوا الْقُرْآنَ مِنْ أَرْبَعَةٍ: مِنِ ابْنِ مَسْعُودٍ، وَسَالِمٍ، مَوْلَى أَبِي حُذَيْفَةَ، وَأُبَيِّ بْنِ كَعْبٍ، وَمُعَاذِ بْنِ جَبَلٍ
“Belajarlah Alquran dari empat orang: Ibnu Mas’ud, Salim maula Abu Hudzaifah, Ubay bin Ka’ab, dan Muadz bin Jabal.” (HR. Muslim).
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengabarkan bahwa di hari kiamat, Muadz berada jauh di depannya para ulama. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إنه يأتي يوم القيامة إمام العلماء بربوة
“Sesungguhnya di tiba pada hari final zaman nanti sebagai pimpinan para ulama. Di depan mereka sejauh lemparan yang jauh.” (HR. al-Hakim)
Diutus Ke Yaman
Dari Ashim bin Humaid bahwa Muadz bin Jabal mengisahkan, “Tatkala Rasulullah mengutusku ke Yaman, Rasulullah keluar mengantar dan memberi wasiat. Muadz berada di atas tunggangannya. Sementara Rasulullah berjalan mengiringinya. Saat hendak berpisah, ia bersabda,
يا معاذ، إنك عسى ألا تلقاني بعد عامي هذا، ولعلك تمر بمسجدي هذا وقبري
‘Hai Muadz, bisa jadi kau tak akan berjumpa lagi denganku selepas tahun ini. Engkau lewat di masjidku dan di sini kuburku.’
Muadz pun menangis. Ia takut berpisah dengan Nabi. Kemudian Nabi berbalik ke arah Madinah. Beliau bersabda,
إِنَّ أَوْلَى النَّاسِ بِي الْمُتَّقُوْنَ ، مَنْ كَانُوْا وَحَيْثُ كَانُوْا
“Sesungguhnya orang-orang yang paling utama disisiku yaitu orang yang bertakwa, siapapun dan dimanapun mereka.” (HR. Ahmad).
Pujian Para Sahabat
Asy-Sya’bi (tabi’in) berkata, “Faurah bin Naufal al-Asyja’i memberikan kepadaku bahwa Abdullah bin Mas’ud berkata, “Sesungguhnya Muadz bin Jabal yaitu seorang yang patuh kepada Allah (qanit) dan hanif. Ada yang berkata,
إِنَّ إِبْرَاهِيمَ كَانَ أُمَّةً قَانِتًا لِّلَّهِ حَنِيفًا
“Sesungguhnya Ibrahim yaitu seorang imam yang sanggup dijadikan referensi lagi patuh kepada Allah dan hanif.” [Quran An-Nahl: 120].
Aku tidak lupa. Apakah kau tahu apa yang dimaksud dengan umat? Dan apa juga makna Qanit? Faurah berkata, “Allahu a’lam.” Ibnu Mas’ud berkata, “Umat yaitu yang mengetahui kebaikan. Sedangkan qanit yaitu yang tunduk patuh kepada Allah Azza wa Jallah dan Rasul-Nya. Dan Muadz bin Jabal yaitu orang yang paling mengetahui kebaikan. Dan dia juga seorang yang patuh kepada Allah Azza wa Jalla dan Rasul-Nya.” (Tafsir ath-Thabari)
Syahr bin Hausyab berkata, “Apabila para sobat nabi berbicara (menyampaikan hadits), mereka melihat ke arah Muadz sebagai penghormatan padanya.” (Hilyatul Awliya’ oleh Abu Nu’aim)
Zuhud dan Wara’
Malik ad-Dari mengisahkan bahwa Umar bin al-Khattab mengambil uang sebanyak 400 Dinar. Lalu ia masukkan dalam satu bungkusan. Umar berkata pada budak laki-lakinya, “Pergilah! Bawa ini untuk Abu Ubaidah bin al-Jarah. Singgahlah sebentar, lihat apa yang akan ia dilakukan.”
Budak itu berangkat. Sesampainya di sana, ia berkata, “Amirul Mukminin berpesan padamu semoga sebagian uang ini dimanfaatkan untuk kebutuhanmu.” Abu Ubaidah berkata, “Semoga Allah menyambung dan merahmatinya.” Kemudian ia memanggil budak perempuannya, “Kemarilah hai Jariyah (budak perempuan). Bawa 7 dari uang ini menuju si Fulan. Lima untuk si Fulan. Lima lagi untuk si Fulan. Sampai uang tersebut habis.”
Budak pria Umar pun kembali menuju tuannya. Ia mengabarkan apa yang ia lihat. Kemudian Umar juga menyiapkan sejumlah uang yang sama untuk Muadz bin Jabal. Ia berkata, “Bawa ini menuju Muadz bin Jabal. Singgahlah sebentar. Perhatikan apa yang ia lakukan.”
Budak itu berangkat membawa uang tersebut. Sesampainya di kawasan Muadz, ia berkata, “Amirul Mukminin berpesan padamu semoga sebagian dari uang ini digunakan untuk memenuhi kebutuhanmu.” Muadz berkata, “Semoga Allah merahmati dan menyambungnya. Kemarilah Jariyah (budak perempuan). Bawa sejumlah uang ini menuju rumah Fulan. Pergilah ke rumah Fulan dengan uang sekadar ini.” Kemudian istrinya datang. Ia berkata, “Demi Allah, saya juga yaitu orang yang membutuhkan. Berilah juga untukku.” Saat itu, tidak tersisa di kantong kecuali dua Dinar saja. Muadz menyerahkan dua Dinar itu untuk istrinya. Kemudian budak itu kembali menuju Umar. Ia kabarkan apa yang ia lihat. Umar berkomentar, “Mereka itu yaitu saudara. Sebagian mereka bab dari yang lain.” (Siyar A’lam an-Nubala, 1/456). Demikianlah zuhudnya Muadz terhadap dunia.
Yahya bin Said mengatakan, “Muadz mempunyai dua orang istri. Apabila ia berada di salah satu rumah istrinya, ia tidak akan minum air dari rumah yang lain.” (Hilyatul Aulia oleh Abu Nu’aim No: 823). Inilah bentuk kehati-hatian (wara’) Muadz. Ia tidak ingin zalim kepada salah seorang istrinya walaupun hanya mengecap air dari rumah yang bukan menjadi gilirannya.
Yahya bin Said juga menuturkan bahwa Muadz bin Jabal mempunyai dua orang istri. Pada dikala hari giliran salah seorang istrinya, ia tidak berwudhu di rumah yang lain. Kemudian kedua istrinya wafat lantaran wabah di Syam. Orang-orang pun dalam keadaan sibuk. Ia makamkan keduanya di satu liang. Lalu ia undi, siapa yang dikedepankan diletakkan dalam kubur.” (Hilyatul Auliya).
Tsaur bin Yazid mengatakan, “Apabila Muadz mengerjakan tahajud di malam hari, ia berkata,
اللهم قد نامت العيون وغارت النجوم وأنت حي قيوم: اللهم طلبي للجنة بطيء، وهربي من النار ضعيف، اللهم اجعل لي عندك هدى ترده إلي يوم القيامة إنك لا تخلف الميعاد.
“Ya Allah, jasus telah terlelap. Bintang-bintang telah terbenam. Dan Engkaulah Yang Maha Hidup dan Senantiasa mengurusi hamba-hamba-Mu. Ya Allah, usahaku untuk mengejar nirwana begitu lambat. Dan lariku dari neraka begitu lemah. Ya Allah, berilah petunjuk untukku yang ada di sisi-Mu hingga hari kiamat. bekerjsama Engkau tidak menyelisihi janji.” (Hilyatul Auliya, No: 823).
Ibnu Ka’ab bin Malik berkata, “Muadz bin Jabal yaitu seorang cowok yang tampan dan santun. Ia yaitu salah satu cowok terbaik di kaumnya. Tidaklah ia dipinta sesuatu niscaya ia berikan.” (Hilyatul Auliya, No: 817).
Nasihat-Nasihat Muadz
Dari Muawiyah bin Qurah, Muadz bin Jabal radhiallahu ‘anhu berkata pada anaknya, “Anakku, apabila engkau shalat, shalatlah seakan itu shalat terakhirmu. Jangan berpikir jika kau nanti akan berkesempatan mengerjakannya kembali. Ketauhilah anakku, seorang mukmin itu mati di antara dua kebaikan. Kebaikan yang telah ia kerjakan dan kebaikan yang akan ia kerjakan.” (Hilyatul Auliya oleh Abu Nu’aim, No: 824).
Dari Abu Idris al-Khaulani, Muadz bin Jabal radhiallahu ‘anhu berkata, “Setiap engkau bersama -orang-orang, pastilah mereka membicarakan suatu hal. Apabila kau lihat mereka lalai, bersemangatlah engkau menuju Rabmu.” (Hilyatul Auliya oleh Abu Nu’aim, No: 834). Maksudnya dikala orang-orang lalai, engkau tetap mengingat Rabbmu. Karena terdapat keutamaan mengingat Allah di dikala kebanyakan orang melalaikannya.
Dari Asy’ats bin Sulaim, dari Raja’ bin Haiwah, Muadz bin Jabal berkata, “Kalian telah diuji dengan kesulitan, kalian bisa bersabar. Nanti kalian akan diuji dengan kesenangan. Dan yang paling saya takutkan atas kalian yaitu ujian wanita. Kalian diliputi emas dan kaum perempuan menggunakan Riyath (jenis pakaian) Syam, dan kain Yaman. Mereka menciptakan lelah orang-orang kaya. Dan menciptakan yang miskin terbebani.” (Hilyatul Auliya oleh Abu Nu’aim, No: 839).
Sakit dan Wafat
Thariq bin Abdurrahman mengisahkan bahwa tersebar wabah kolera di Syam. Saking rata penyebarannya, hingga orang-orang berkomentar, ‘Ini yaitu banjir. Hanya saja tak ber-air’. Komentar ini hingga ke indera pendengaran Muadz, ia pun berkhotbah, ‘Telah hingga padaku apa yang kalian ucapkan. Tapi, ini yaitu rahmat dari Rab kalian dan doa Nabi kalian. Seperti maut orang shaleh sebelum kalian. Mereka takut dengan sesuatu yang lebih jelek dari ini. Yaitu seseorang keluar dari rumahnya di pagi hari dalam keadaan tidak tahu apakah ia beriman atau munafik. Dan mereka takut kepemimpinan belum dewasa kecil (yang tidak kompeten)’.” (Shifatu ash-Shafwah, 1/189).
Abdullah bin Rafi’ berkata, “Saat Abu Ubaidah bin al-Jarah wafat lantaran wabah kolera. Orang-orang mengangkat Muadz bin Jabal sebagai pemimpin. Sakitnya bertambah parah. Orang-orang berkata pada Muadz, ‘Berdoalah kepada Allah untuk menghilangkan kotoran (wabah) ini’. Muadz menjawab, ‘Ini bukanlah kotoran. Tapi ini yaitu doa nabi kalian. Dan keadaan wafatnya orang-orang shaleh dan syuhada sebelum kalian. Allah mengistimewakan siapa yang Dia kehendaki dari hamba-hamba-Nya di antara kalian. Masyarakat sekalian, ada empat hal yang jika kalian bisa untuk tidak bertemu sedikit pun dari empat hal ini, lakukanlah’.
Mereka bertanya, ‘Apa itu?’
Muadz menjawab, ‘Akan tiba suatu masa dimana kebatilan begitu dominan. Sehingga seseorang di atas agamanya bertemu dengan yang lain, orang itu berkata, ‘Demi Allah, saya tak tahu sedang sakit apa saya ini. Aku tidak mencicipi hidup di atas petunjuk. Tidak pula mati di atasnya. Seseorang memberi orang lain harta dari harta-harta Allah dengan syarat mereka mengucapkan kedustaan yang menciptakan Allah murka. Ya Allah, datangkanlah untuk keluarga Muadz ketentuan untuk mereka. Dan sempurnakanlah rahmat ini’.
Anak Muadz berseloroh, ‘Bagaimana kau anggap (wabah) ini sesuatu yang ingin segera didatangkan dan rahmat?’
Muadz berkata, ‘Wahai anakku (beliau nukilkan firman Allah),
الْحَقُّ مِنْ رَبِّكَ فَلا تَكُونَنَّ مِنَ الْمُمْتَرِينَ
“Kebenaran itu yaitu dari Tuhanmu, lantaran itu jangan sekali-kali kau termasuk orang-orang yang ragu.” [Quran Al-Baqarah: 147].
Anaknya menjawab, ‘Aku (ia menukil firman Allah)
سَتَجِدُنِي إِنْ شَاءَ اللَّهُ مِنَ الصَّابِرِينَ
“Insyaallah kau akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar.” [Quran Ash-Shaffat: 102]
Kemudian kedua istrinya terkena wabah ini. Keduanya wafat. Sementara Muadz, terjangkiti wabah ini di jempolnya. Ia usap dengan mulutnya sambil berkata, “Ya Allah, bekerjsama ini kecil. Berkahilah. Sesungguhnya Engkau Maha memberi keberkahan pada yang kecil.” Muadz pun wafat lantaran wabah ini.
Sejarawan setuju bahwa Muadz bin Jabal radhiallahu ‘anhu wafat lantaran penyakit tha’un (kolera). Ia wafat di sebuah wilayah di Yordania (Syam) pada tahun 28 H. Adapun usianya dikala wafat, sejarawan berbeda pendapat. Pendapat pertama menyatakan ia wafat dikala berusia 38 tahun. Dan pendapat lainnya menyatakan 33 tahun. Semoga Allah meridhai dan merahmati Muadz bin Jabal, pemimpin para ulama di alam abadi kelak.