Contoh Penyesuaian Naskah: Jasa-Jasa Buat Sanwirya, Karya Ahmad Tohari
Contoh Adaptasi Naskah Drama Cerpen Jasa-jasa Buat Sanwirya karya Ahmad Tohari
Di atas sehelai tikar Sanwirya terbaring sambil mengaduh kesakitan. Di sampingnya tergeletak dua buah pongkor pecah dan niranya tertumpah habis. Disebelah kiri didampingi Ranti, Aku, dan Sampir. Ranti dan Aku membukakan ikat pinggang Sanwirya, Waras melekatkan telinganya ke dada Sanwirya. Lonceng berdentang sekitar lima kali. Lampu menyala di daerah pembaringan Sanwirya. Dukun datang, Ranti, Aku, Sampir, Waras keluar dari pembaringan Sanwirya. Tak usang kemudian lampu berpindah ke daerah lain yaitu di atas lincak.
Sampir : Makara kawan-kawan kita sudah sepakat sama-sama merasa kasihan pada Sanwirya. Begitu?
Aku : Paling tidak itu lebih tidak mengecewakan daripada bertengkar.
Ranti : Syukur! Marilah. Ada banyak cara untuk merasa kasihan kepada penderes itu Menyobek kaus yang sedang kupakai untuk membalut luka Sanwirya yakni sejenis rasa kasihan yang telah kulakukan. Oh, jangan tergesa-gesa, kita akan memilih lebih dahulu demi apa rasa kasihan itu kita adakan.
Waras : Apa kataku! Yang seorang ini akan mulai dengan yang sulit-sulit. Kalau kamu masih berbicara wacana saya akan lebih tertarik pada serabi.
Sanwirya mengerang, Aku mengintip. Lampu menyala di pembaringan Sanwirya, Nyai Sanwirya memegangi tengkuk suaminya. Air matanya menetes pada hidungnya, lampu padam dan jelas ditempat keempat orang tadi. Sampir meluruskan punggungnya kemudian mengatur duduk dengan mantap
Sampir : Baik bila itu menyulitkan kita singkirkan saja. Yang pertama-tama harus kita selenggarakan yakni masakan untuk keluarga Sanwirya. Siapa yang mengetahui ada peladang sedang mencabuti ubi kayu?
Waras : Kau menyuruh kami meminta ubi kayu? Tak mungkin! Musim ini semua orang hanya menanam ubi estepe alasannya yakni celeng dan simpanse tak mau menyukainya. Kita takkan memberi makan Sanwirya dengan ubi beracun itu.
Ranti : Dengar! Yang berminat mencari masakan buat Sanwirya boleh tiba ke lumbung Aku : Tapi hanya desa. Atas nama penderes itu kita mengajukan pinjaman padi secukupnya.
Aku : Tapi hanya desa. Atas nama penderes itu kita mengajukan pinjaman padi secukupnya.
penggarap-penggarap sawah saja yang boleh menerima pinjaman. Sanwirya tidak menggarap apa-apa kecuali pongkor dan arit.
Waras : Jelaskah Sanwirya tak mungkin menerima pinjaman?
Aku : Pasti!
Sampir : Itulah. Maka harus ada demi. Jadi, kita sanggup berkata demi anu Sanwirya harus menerima pinjaman padi. Meski ia tak menggarap sawah. Apa katamu Waras?
Setelah semuanya melamun lampu padam, kemudian menyala di pembaringan Sanwirya. Rintihan Sanwirya terdengar kembali. Sekarang suaranya tiba dari pangkal tenggorokannya. Dukun melumuri badan si sakit denganair kunyit. Nyai Sanwirya duduk di kaki suaminya. Menangis dan hidungnya merah. Lampu padam dan perlahan menyala di daerah kempat orang tadi berbincang-bincang.
Waras : Pokoknya saya baiklah bila Sanwirya diberi pinjaman. Kelihatannya lumbung desa itu bukan daerah yang memalukan buat minta kasihan.
Sampir : Itu berarti waras telah sepakat. Catat Ranti! Satu rencan telah kita setujui. Selanjutnya saya bermaksud menjual jaketku sebagai upah dukun. Siapa yang akan menutupi kekurangannya.
Ranti : Tunggu Sampir. Biarkan jaketmu tetap di situ. Bila kamu bertelanjang dada siapa yang akan mengurusi bengekmu?
Waras :Kita akan menemui tengkulak yang biasa mendapatkan gula Sanwirya. Kukira takkan sulit meminjam sembilan puluh rupiah darinya.
Sampir : Maksudmu biar Sanwirya nanti mengangsurnya? Pikiran yang bagus. Kalau semua sudah tidak keberatan kuminta Ranti menambah catatan! Satu lagi planning jasa. Mudah-mudahan penderes itu takkan kesulitan mencari cara berterima kasih pada kita.
Lampu berpindah keruang Sanwirya terbaring. Ia batuk dan muntah, dukun menyilangkan tangan di dadanya, Nyai Sanwirya menggigil. Lampu kembali menyala di daerah keempat orang itu. Aku mengintip. Tak ada yang bersuara. Sampir menyalakan rokok, tapi direbut Waras. Sampir tampak tenang, ia menepuk dahinya sendiri.
Sampir :Satu masalah yang lebih besar ialah bagaimana melindungi Sanwirya. Maksudku biar ia tak ditipu dua ons tiap kali menimbang gulanya. Agar ia sanggup bertahan bila tengkulak memilih harga gula terlalu rendah. Pokoknya biar harga gula tidak lagi menjadi pertanyaan yang mengerikan!
Waras : Berhenti, Bung mau bicara soal koperasi! Tunggu Sampir, saya mau menanyakan selain kepadamu apakah komitmen kita masih perlu berkepanjangan?
Sampir : Tidak heran, semacam Waras niscaya akan selamat bangkit tidur padaku. Kau niscaya akan menyampaikan semua ini omong kosong. Iya apa tidak?
Warasm enatap mata Sampir sebentar, kemudian menoleh padaku. Ranti tertawa pelan. Terdengar lagi keluhan panjang dari bilik Sanwirya.
Sampir : Akan kita buktikan siapa diantara kita yang tidak kehilangan separo nalar sehat. Dan kamu Waras sanggup meninggalkan lincak ini bila mau!
Ranti : Bukan begitu. Sebaiknya diantara kita ada penyabar-penyabar. Maksudku biar kita memberi kesempatan pada siapa yang akan menunjukan dirinya tidak kehilangan nalar sehat.
Waras : Aku mengerti itu
Sampir :Nah begitu! Kita akan menyampaikan diri kita sebagai si frustasi setelah bergelandang selama tujuh tahun. Setuju?
Waras :Ya, Sampir! Kata-kataku saya ganti. Aku tidak lagi menyampaikan omong kosong. Kukatakan kini pikiranmu ibarat wangsit adikku yang gres dipelonco. Tidak marah?
Sampir :Hm. Sebuah koperasi berarti bagi Sanwirya yakni kesempatan berganti kain sarung. Dan itu telah kita sepakati. Satu lagi jasa buat Sanwirya. Catat Ranti!
Lima anak kecil memandang Sampir yang terbahak. Mereka tidak menutupi kemaluannya masing-masing. Di atas bahu mereka ada seikat ranting bambu untuk memasak nira. Waras mengusir mereka.
Waras :Dengar Sampir, kamu harus menyetujui kata-kataku ini. Bahwa jasa-jasa buat Sanwirya seharusnya bukan merupakan hal yang tanggung. Semuanya gres memadai bila Sanwirya sudah memegang polis asuransi jiwa. Sebab semua penderes semestinya mati bila jatuh dari pohon kelapa. Sehingga akan terdengar bunyi semacam ini. Seorang penderes semacam Sanwirya telah menggantungkan nyawanya sampai bila ia jatuh dan mati, istrinya takkan kesukaran mencari kain kafan. Merdu mana dengan gamelan degung kedengarannya?
Sampir :Hore hore! (berteriak). Sekarang percuma memberi gelar cowok onani pada Waras. Ia hebat. Hore hore!
Ranti :Sampir kamu tak boleh membunuh Sanwirya dengan cara melolong ibarat itu (berbisik).
Sampir :Oh maaf. Tapi pikiran Waras itu sangat patut. asuransi yakni sempurna untuk derma Sanwirya.
Ranti : Tapi kita tentukan dulu berapa harga yang pantas untuk nyawa penderes itu.
Waras :Bahkan itu terlalu tergesa-gesa. Kita buktikan dulu apakah badan Sanwirya juga digerakkan oleh nyawa. Kalau benar nyawa kelas berapakah miliknya itu. Baru kita tentukan premi asuransinya.
Semua terdiam. Sampir menahan kagetnya kemudian menatap Waras. Yang habis berbicara itu hanya mengangguk-ngangguk. Nyai Sanwirya mengisak dan meratap dengan panjang. Ranti memegangi lenganku dan menggigil dikala tiba-tiba Nyai Sanwirya menjatuhkan diri di depan kami.
Nyai Sanwirya : Oalah Pangeran...oalah Gusti....
Sampir : Tenanglah Nyai, tenang. Kami belum pergi dari sini lantaran kami sudah sepakat akan menyayangi suamimu. Kami sedang merencanakan banyak jasa untuk menolong kalian.
Nyai Sanwirya : Menolong? Oalah gusti...menolong?
Sampir : Iya. Kalian tak suka kelaparan bukan?
Nyai Sanwirya :Itukah sebabnya kalian mencarikan pinjaman ke lumbung desa dan ketengkulak? Oalah Pangeran...jangan lakukan itu. Wanti-wanti jangan. Kami tak takkan lebih bahagia dengan pinjaman-pinjaman itu. Kami tak pernah memiliki masalah yang namanya lapar! Dan Gusti Pangeran..., tadi kalian ramai-ramai mau memilih harga nyawa Kang Sanwirya? Mengharapkan ia cepat mati? Oalah...oalah....
Sampir : Itu benar.
Nyai Sanwirya :Oalah Gusti...panggilkan modin...Kang Sanwirya hampir ajal
Kami berempat mengintip ke dalam. Lampu jelas di pembaringannya Sanwirya. Dukun sedang menyilangkan tangan Sanwirya kemudian mengusap kelopak matanya biar tertutup. Lampu menyala di daerah mereka berempat. Sampir menjadi sangat pucat. Ia hedak lari dan kupegangi lehernya.
Aku :Kau Sampir! Ada jasa yang masih sanggup kamu lakukan. Turuti seruan Nyai Sanwirya memanggil Modin!
Sampir lari ke sana. Di bawah pohon manngis ia jatuh tersandung pongkor, bangkit dan lari.
Sumber https://femurku.blogspot.com/