Daeng Soetigna, Satria Sunda Penggerak Angklung Diatonis


Siapa yang tak mengenal angklung? Hampir seluruh orang Indonesia tahu ihwal angklung, minimal pernah mendengar atau melihatnya. Jenis alat musik tradisional di Indonesia ini memang sudah populer bahkan hingga ke mancanegara. Sekarang pun telah banyak orang yang berguru memainkan alat musik yang hanya bisa berbunyi dengan cara menggoyangkannya. Perpaduan bunyi merdu yang dihasilkan dari benturan antar bambu, menciptakan alat musik khas Jawa Barat ini bisa menghipnotis para penikmatnya.

Dalam catatan sejarah dan literatur, disebutkan banyak tokoh yang berjasa dalam kesenian musik angklung. Baik sebagai pembuat maupun sebagai tokoh yang menyebarluaskannya. Salah satu tokoh angklung yaitu (Alm) Mang Udjo yang berasal dari Jawa Barat. Peninggalan dia dikenal dengan nama Saung Angklung Udjo.

Musik angklung pada awalnya mempunyai nada salendro dan pelog (pentatonis) yang merupakan khas kesenian Sunda. Namun dalam perkembangannya, angklung ternyata juga bisa menghasilkan nada diatonik (do, re, mi) sehingga sanggup dipakai untuk membawakan musik-musik internasional. Salah satu tokoh yang berjasa dalam perkembangan musik angklung yaitu Daeng Soetigna (dibaca Sutigna-EYD). Beliaulah yang mengkreasikan angklung dari nada Sunda ke nada diatonis.

Biografi Singkat

Nama lengkap Daeng Sutigna yaitu Mas Daeng Soetigna, lahir di Garut pada 13 Mei 1908. Beliau merupakan anak keturunan aristokrat Sunda, oleh alasannya itu Daeng Soetigna berkesempatan mengenyam pendidikan zaman Belanda yang kala itu masih sangat terbatas bagi kalangan pribumi. 

Nama "Daeng" konon diberikan oleh orang tuanya alasannya sang ayah mempunyai sahabat yang pandai, dan sahabat ayahnya tersebut berasal dari tempat Makassar yang mempunyai gelar "Daeng". Dari hal itulah, ibunda dia mengusulkan nama "Daeng" dengan cita-cita tumbuh menjadi orang yang pandai.

Riwayat Pendidikan

Daeng Soetigna menamatkan pendidikan HIS (Hollandsch-Inlandsche School) Garut pada tahun 1921, lalu melanjutkan ke Sekolah Raja (Kweekschool) Bandung pada tahun 1922 dan lulus tahun 1928 dikala  Kweekscholl telah diubah namanya menjadi HIK (Hollands Islandsche Kweekschool). Setelah selesai menuntaskan pendidikannya, Daeng berkesempatan menjadi seorang pengajar. Beliau pernah mengajar di Schakelschool Cianjur pada tahun 1928, pernah juga mengajar di HIS Kuningan pada tahun 1931. Ketika mengajar di HIS itulah, Daeng Soetigna mendalami keseniang angklung alasannya dia memang sangat menggemarinya. 

Daeng sempat juga mengikuti kursus B-1 (setara D-3) pada tahun 1954, dan berhasil lulus ujian akhir. Namun Pak Daeng tidak mendapat ijazah Diploma, alasannya berdasarkan panitia dia tidak berhak. Setelah itu, pada tahun 1955, ia dikirim bersekolah di Teacher's College Australia sebagai salah satu kontingen dalam kegiatan Colombo Plan.

Sejarah Singkat Angklung Diatonis

Pada suatu hari di tahun 1938, ada dua pengemis yang tiba ke rumah Daeng Soetigna. Mereka memainkan alat musik angklung dengan nada pentatonis (da, mi, na, ti, la, da). Hati Daeng merasa bergetar mendengar permainan musik tersebut, sampai-sampai dia membeli angklung pentatonis tersebut. Setelah dia mempunyai angklung tersebut timbullah keinginannya untuk menciptakan angklung diatonis. Namun dia merasa tidak bisa menciptakan angklung, sehingga dia mulai berguru kepada pakar angklung yang ada di daerahnya. Setelah sekian usang belajar, karenanya dia sanggup menciptakan angklung diatonis. Kemampuan dia dalam berkreasi angklung diatonis tak lepas dari kepiawaiannya memainkan alat musik gitar dan piano.
Hasil dari kerja kerasnya pun membuahkan hasil. Angklung diatonis ciptaan Daeng mulai dikenal masayarakat luas dan mulai dimainkan oleh khalayak. Angklung buatannya dinilai bisa mengeksplorasi nada-nada lebih banyak lagi. Angklung Daeng Soetigna pun mulai dipakai dan diajarkan di sekolah-sekolah.





Angklung diatonis ciptaan Daeng Soetigna semakin populer ketika dia mendapat kesempatan memainkan angklung ciptaannya dalam lembaga Perundingan Linggarjati pada 12 November 1946. Setelah itu, Daeng dengan angklungnya semakin berkibar dalam banyak sekali kegiatan baik nasional maupun internasional. Di antaranya; Konferensi Asia Afrika (Bandung, 1955), World Fair (New York, 1964), pertunjukan di Malaysia, Belanda, Perancis.
Atas jasa dia dalam bidang kesenian, khususnya musik angklung, pada tahun 1968 Presiden Soeharto memperlihatkan penghargaan Satya Lencana Kebudayaan, dan kembali tahun 2007 mendapat Anugerah Bintang Budaya Parama Dharma dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Bahkan nama dia diusulkan mendapat gelar jagoan nasional dari Jawa Barat dalam bidang seni dan budaya.

Daeng Soetigna wafat di Bandung pada 8 April 1984 dan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Cikutra, Bandung. Untuk mengenang beliau, angklung ciptaannya lalu diberi nama kehormatan sebagai Angklung Padaeng.

Penghargaan yang Diterima
  • Piagam Penghargaan, atas Jasanya Dalam Bidang Kesenian Khususnya dan Kebudayaan Pada Umumnya, dari Gubernur Jawa Barat Brigjed Mashudi, 28 Februari 1968.
  • Piagam Penghargaan, dalam rangka mendorong pertumbuhan, pemekaran dan pengembangan keseniang angklung di ibukota, dari Gubernur DKI Jakarta, Ali Sadikin, 10 September 1968.
  • Tanda Kehormatan Satya Lencana Kebudayaan, dari Presiden Republik Indonesia, Jend. Soeharto, 15 Oktober 1968.
  • Piagam Penghargaan, atas jasa dalam training dan pengembangan seni daerah, khususnya seni Angklung, dari Gubernur Jawa Barat H.A. Kunaefi, 17 Agustus 1979.
  • Piagam Penghargaan, sebagai perintis Pembangunan Pariwisata Jawa Barat, dari Gubernur Jawa Barat, R. Nuriana, 18 Februari 1994.
  • Piagam Penghargaan, seniman angklung yang telah berkreasi dan berkarya mengharumkan nama Jawa Barat di tingkat Nasional, dari Gubernur Jawa Barat, Danny Setiawan, 21 Juli 2005.
  • Piagam Penghargaan dan Metronome Award 2006, sebagai pengembang musik tradisional Angklung, dari Pusat Persatuan Artis Penyanyi, Pencipta Lagu, dan Penata Musik Rekaman Indonesia, 21 Juli 2005.
  • Penghargaan Nasional Hak Kekayaan Intelektual 2013, Pencipta Angklung, Menteri Hukum dan Hak Asasi Republik Indonesia, Amir Syamsudin, 26 April 2013.
Referensi:

indonesiaindonesia
ichi blog
detik
- Wikipedia Indonesia
- www.google.co.id

Sumber Gambar:
- angklung, google/wikipedia
daeng soetigna/gambar: kompasiana
daeng soetigna/gambar: tomita.web.id
angklung/gambar: tomita.web.id
KAA/gambar: serambipirous.com
bung karno/KAA/newsdetik:gambar

Sumber https://femurku.blogspot.com/

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel